“BUKAN
KOTAK PANDORA”
(Sebuah Nama, Sebuah
Noda, Sebuah Cerita)
Oleh: Saeful
Ramadhan
*Cerita ini hanyalah
fiksi belaka, bila ada persamaan nama atau karakter atau jalan cerita,
percayalah bahwa hal itu memanglah yang dikehendaki oleh penulis J
Intro:
Cerita ini merupakan sebuah
drama yang aku tulis atas dasar kebenaran dan kenyataan yang berhasil dilalui.
Cerita ini tak lain hanyalah sebuah cerita lalu yang sekarang, di detik ini, di
menit ini, di saat aku menarik nafas ini merupakan sebuah cerita yang bertopeng
kenangan.
Cerita ini dimulai sore
itu, yah….. suatu sore dimana aku mulai membuka sebuah kotak yang tergeletak,
mendekam, berdebu, namun isi didalamnya tak pernah lekang oleh waktu, tak
pernah lekang oleh keputusasaan, tak pernah lenyap dalam tiap butir kenangan.
Kupegang ujung kotak berwarna hijau itu, lalu dengan sedikit ketidakyakinan
kubuka penutupnya. Sesaat aku tersadar, ini lebih hebat daripada sebuah kotak
pandora hasil cipta karya pimpinan para dewa dalam mitologi yunani, sebuah
kotak yang diberikan Zeus kepada Andromeda, Alfrodit atau entah itu siapa. Ini
merupakan sebuah kotak, sebuah kotak yang aku ciptakan sendiri yang tak pernah
kuberniat memberikannya kepada orang lain.
Ujung kiri kotak mulai
mengelupas saat kuangkat penutupnya. Masih dalam rasa ketidakyakinan kucoba
hempaskan ujung lainnya. Dalam diam, dan tetap dalam diam kupandangi sesaat isi
didalamnya. Beratus, beribu, berjuta, atau mungkin bermilyar lembar kertas
terpampang membeku. Masih dalam diam kupandangi sesaat lagi, kurubah sorot
mataku menjadi lebih redup lagi. Panas dan sakit kurasakan dalam retina, kornea
dan kelopak mataku, sesaat hangat mulai mengunjunginya. Kusadari butiran air
tertahan diantara kelopak-kelopak mata redup itu, namun tak kubiarkan butiranitu
mengalir dan berjatuhan di wajahku.
Tak terasa jari-jemari
tangan kananku mulai bergerak, menarik lembaran kertas teratas tanpa batinku
mengizinkanya. Jemari itu terus bergerak seolah dia ingin mengetahui sesuatu.
Kutahan, lalu sesaat kumulai berkecambuk dengan diriku sendiri, membiarkan
diriku berperang melawan iblis-iblis yang menghasuti jemariku untuk
melakukannya. Namun nampaknya mereka jauh lebih mengerti aku, iblis-iblis itu……
yah…. Iblis-iblis itu semakin mengendalikan jemariku.
Tak ada berontak, kusadari kuberperang
melawan naluriku sendiri, sesuatu yang terus menuntunku sejauh ini, sesuatu
yang dengan angkuhnya seolah berbisik bahwa dialah sosok dibalik butiran
kenangan ini. Detik itu pula aku memasrahkan semuanya kepada mereka, sekali
lagi kupasrahkan semuanya kepada iblis-iblis itu. Kuangkat perlahan jemari
tanganku, kutatap dan kumaknai apa yang tersembunyi dibalik kertas-kertas itu.
Hanya beberapa lembar kertas tak berisi, tak bermakna yang jemariku dapati.
Seolah berontak, seolah marah, dan seolah samakin ingin mengetahui, jemari itu
mulai bergerak melucuti kotak itu. Beberapa kertas berhasil kudapati dan
berhasil kumaknai dengan naluriku. Sejauh ini, tak hanya mataku yang
terbelalak, namun batinku mulai terhempas saat kertas-kertas itu mulai menampakan
beberapa wajah manusia. Beberapa wajah yang sangat aku kenali, beberapa wajah yang
sangat aku cintai dan kasihi, namun tetap ada sepotong wajah manusia yang
tampak seperti “IBLIS” , iblis yang sama yang mengehendaki jemari tanganku
melakukannya.
Kudapati wajah ayahku
disana, dia menggerakan bibir dan tangannya. Gestur tubuhnya seolah dia ingin
berkata “Anakku, Apa Kau Baik-baik Saja?”.
Sesaat wajah itu menghilang perlahan dibarengi dengan ekspresi sedih dan
kecewa. Aku terdiam, dan tanpa kusadari tubuhku bergetar hebat. Kutatap mataku
sejenak agar sedari tadi butiran air yang berada dikelopak mata tak pernah
terjatuh di wajahku. Kubelalakan mataku kembali dan kudapati wajah wanita
terhebat dalam hidupku…. “Mamah”, dia tersinyum simpul, sangat tulus, penuh kasih,
dan aku mendapatinya sedikit lucu. Sama halnya dengan wajah pertama, wajah
inipun menunjukan gestur tubuh. Gestur yang seolah ingin berkata halus…. “Anakku, Kapan Engkau Kembali Ke
Rumah…??,Kami Menantimu dan Akan Tetap Seperti Itu..”. Jasadku makin
bergetar hebat, namun kutetap menahannya. Rona wajah itu berubah seiring dengan
berlalu dan bergantinya wajah yang baru. Kudapati wajah yang “PECICILAN”
diwajah yang selanjutnya. Kudapati wajah kakak perempuanku… tanpa gestur dia
langsung berkata “Halo Jagoan, Apa
Kabar?? Kapan Kau Akan Sehebat Diriku??”. Sejenak ku tahan mimik mukaku,
lalu kucoba tersenyum kecil dibarengi sedikit rasa malu. Dia pun berlalu, lalu
sesosok wajah acuh tak acuh datang menghampiriku dan dengan ekspresi dingin,
dengan intonasi suara yang pelan nan teratur dia hanya berkata namun lebih
kepada berbisik berucap“Kakak……”,
yah… dia adiku, adik lelakiku. Aku tak tahu dan memang tak pernah tahu apa yang
ada dalam dirinya selama ini, yang aku tahu aku menyayanginya dan dia
kebanggaanku.
Aku tersenyum untuk pertama
kalinya sesaat setelah membuka kotak itu, lalu ku mulai mengendalikan diri agar
getaran hebat di jasadku tak menjadi-jadi. Kumulai menerawangi kembali kertas
itu, berharap bayangan seseorang yang berharga tampak dibalik kekusamannya.
Benar….. Benar….. Benar sekali..!!! Tepat sekali, aku tak menyangka kehadiran
wajah yang satu ini. Kekasih pertamaku muncul, kekasihku yang hebat….. dan
percayalah…. Dia yang paling hebat….. seperti biasanya dan seperti yang
seharusnya, dia menatapku dengan tatapan mata itu dan menyapaku dengan alunan
suara itu…… indah sekali saat bibirnya berkata “Sayang, Aku Percaya Kamu, Selalu Percaya Kamu..”. Percayalah bahwa
aku semakin bersemangat untuk menatap kertas kusam itu dan berharap orang-orang
teristimewa datang dan hadir memberi pesannya. Tak sempat lama kumerasakan
kebahagiaan itu, tak sempat lama kumerasakan sensasi hebat itu….. datang
kembali sesosok wajah manusia, sesosok wajah yang aku kenal. Sontak seketika ku
marah dan kurobek kertas-kertas itu dan tanpa perasaan ragu kubanting robekan
kertas itu. Sangat menyesal ku harus mengakui, kutelah didatangi rona
wajahnya….. sesosok “IBLIS”, iblis yang sama yang menghasuti jemari dan
naluriku.
Kutarik nafasku dalam, tak
pernah sedalam ini sebelumnya……. Kucoba kembali menutup mata, masih untuk
menahan butiran air tadi. Kurogoh kantong jaketku dan mengambil sebatang rokok
hitam. Seakan menggodaku, rokok itu berkata “Nyalakanlah….
Hisaplah Aku, Percayalah Padaku….. Dan Kau Sendiri Tahu Aku Selalu Menemanimu
Disaat Genting Seperti Ini…..”. Dengan penuh dendam ku ambil korek api di
saku jaketku lainnya, kunyalakan, kuhisap dalam-dalam, kutahan beberapa saat…..
sedikit mengadahkan kepala ke atas langit sembari kupejamkan mataku. Takan
pernah kau rasakan dan kau ketahui apa yang kurasakan….. Nikmat sekali…..
kuhembuskan asap dari arah paru-paru kiri dan paru-paru kananku…. Kucoba bentuk
asapnya menjadi bentuk lingkaran dan sesekali ku mencoba membentuknya menjadi
gambaran hati. Tenang sekali…………..
Reff:
“Yogyakarta, 23 Maret 2013”
…….. tak sempat mataku menangkap untaian kata lainnya dari kertas yang kuambil
selanjutnya, namun batinku berhasil dihempaskan kembali oleh para iblis itu,
sekali lagi… dihempaskan kembali oleh iblis itu. Kertas itu, kertas itu
merupakan halaman persembahan dari karya ilmiahku di bangku kuliah…. Kertas
yang membawaku menjadi seperti ini… kertas yang membawa pesan-pesan perihnya
kasih…… kertas itu tertuliskan nama-nama orang yang aku kasihi, teman, sahabat,
dan kekasih…. Yah.. kekasih termasuk Si “IBLIS” itu…
Kata-demi kata kubaca,
frasa yang sangat beraturan dipadukan dengan penuturan pemilihan bahasa yang
sederhana menjadikannya sedikit agak lebih enak dilihat dari pada memaknainya.
Entah berapa lama ku biarkan kotak itu terbuka, namun hujan rintik mengguyur
yogyakarta…… dan itu sudah lebih dari cukup membuat suasana menjadi lebih
buruk. Air hujan itu, air hujan itu turun dan meresonasi semua kenangan yang
aku lalui. Air hujan itu, air mata langit itu tanpa terasa berhasil mengundang
turunya air mataku…. Pipiku terasa hangat namun tetap tanpa berai terasa. Hanya
setetes, tak kuusapnya…….. namun seolah mentertawaiku, ia berhasil berada di
ujung daguku sesaat setelah ku baca nama dari Si “IBLIS” itu… Seketika kusadari
dia yang aku tangisi… Si “IBLIS” itu……… bukan ayahku yang menjadi idolaku,
bukan mamahku yang selalu mengasihiku, bukan kakak perempuanku yang menjadi
panutanku, bukan adiku yang selama ini menjadi kebanggaanku, bukan pula kekasih
pertamaku yang bertahun lamanya menanti dalam sesak, gelap, getir dan tanpa
arah menunggu dan mencintaiku. Namun Si “IBLIS” itu…… sebuah “Ironi”…….
Aku mencintainya dan itu
sebuah pengakuan yang hakiki dari naluriku. Dia, Si “IBLIS” itu bukanlah hal
buruk pada awal mula kemunculannya. Dia bak malaikat atau peri bersayap dari
negeri dongen dengan aku sebagai “PETERPAN”-nya….., aku tak meninggalkannya…..
tak pernah mengacuhkannya…. Aku… “PETERPAN” yang mencintainya…..
Seketika di sore itu aku
menjerit dalam diam….. berkonfrontasi dengan iblis-iblis itu dan meneriaki
mereka…. “Hey Iblis, Apa Kau Tak Cukup
Dengan Yang Aku Rasakan??” lalu Iblis hanya tersenyum manis… sangat manis…
dan bahkan lebih manis dari siapapun…. Percayalah padaku, tak seperti yang
tuhan kalian katakan… iblis sangatlah manis, mereka rupawan dan mengesankan…
dan juga mereka hebat…. Selalu hebat…. Sampai pada mereka menghianati apa yang
ada pada diri mereka sendiri… dan tak pernah mampu untuk mengakuinya, tanpa
pernah menunjukan dihadapan sang ‘ADAM”. sama halnya dengan Si “IBLIS”-ku itu….
Sebuah penghianatan yang sempurna…
Masih di sore itu, hujan
rintik masih bergulir dan berganti menjadi deras. Aku tersadar, ini merupakan
sebuah keniscayaan…. Keniscayaan dimana jiwa-jiwaku diseret secara paksa oleh
iblis manis nan rupawan itu, iblis manis yang sama yang sedari tadi, entah
beberapa saat yang lalu berhasil memainkan jari-jemari tangan kananku itu.Kubentangkan
kembali kertas itu, dan kuteliti dengan seksama…… hanya bertuliskan beberapa
frasa,, Sungguh, hanya bertuliskan beberapa Frasa saja…… Kumerenung sejenak
sesudahnya… kuhisap rokok di tangan kiriku…. Lalu ku tak tahu fikirku entah
melayang ke galaxy mana……
Tak sadarkan dalam lamunan,
api rokok menghunus jemari tangan kananku, tangan dimana iblis bersemayam dan
mempengaruhiku, tangan dimana aliranya mengarah langsung kedalam jantungku.
Sontak kuberteriak, dan iblislah yang kusumpah serapahi…… “Matilah Kau Iblis, Rasakan ….. Apa Kau Mampu Merasakannya??? Apa Kau
Masih Punya Hati Untuk Merasakannya?? Apa Kau Masih Punya Cukup Nurani Untuk
Memahaminya?? Panaskah Itu?? Perihkah Luka Bakarmu Itu?? Ketahuilah Kau Iblis,
Itu Tak Sepanas Cinta Busuk Yang Kau Hunuskan Kedalam Jiwaku, dan Itu Tak
Seperih daripada Bentuk Penghianatan-Penghianatanmu”. Ujarku berteriak perlahan
memelankan suara lalu cenderung bergumam……
Aku bergumam, dan serentak
aku tersadar bahwa dia yang kukatai iblis merupakan sosok yang pernah aku
cintai… tak pernah ada dendam, tak pernah ada rasa sakit, selain dari bentuuk
“CINTA YANG MEMBUSUK”. Sosok yang begitu menghianatiku, yang tanpa rasa
bersalah, yang tanpa rasa ingin memperbaiki menjalin hal dengan “IBLIS”
lainnya. Dialah IBLIS, yang tanpa cela selalu berhasil bersembunyi dibalik
kerendahan hatinya, yang dibalik cinta kasih selalu berhasil menipu mangsanya….
“IBLIS” memang akan tetap
menjadi “IBLIS” sekalipun dia menikahi “ADAM”…… dan hanya “IBLIS” yang berkata “Aku Mencintaimu dan Aku Akan
Memperjuangkanmu”,“Namun Disaat Yang
Bersamaan dia Menanti Belas Kasih Dan Cinta Dari Iblis Lainnya”. Hey Kau
Iblis, Kau benar-benar layak menjadi “IBLIS”, sama halnya seperti pasangan
“IBLISMU” sebelum aku….Dan kalian memang sama, seimbang, dan setakdir…. Menjadi
Seorang Iblis yang begitu mahir dalam hal “MENGHIANATI”.
Dan sadarkah wahai engkau
“IBLIS”, semua yang kau lakukan hanyalah “KENAIFAN” , memalukan saat aku,
seorang manusia yang mencintai “IBLIS” yang harus mengatakannya. Aku lebih
memilih untuk menyebutnya sebagai jalan, sebuah jalan hidup yang akan
menuntunku menuju tirani yang lebih luas….. kebijaksanaan dari rasa sakit dan
atau mungkin cinta kasih dari “PENGHIANATAN”. Sebuah jalan dimana:
“Cinta
Selalu Tahu Kapan Waktunya Tuk Datang dan Kapan Waktunya Tuk Pergi (Oyoq, 21
Tahun dalam twitter.com)”.
Akh sudahlah, Sepertinnya
ku harus banyak menyebut nama tuhanku agar terhindar dari iblis itu….. Namun,
sekejap aku berhenti dalam niatanku…… berganti ku bersumpah, tidak atas nama
tuhanku karena terkadang dia TULI, BUTA, dan yang terpenting kadang aku “TAK
MEMPERCAYAINYA”, maka aku kan bersumpah atas nama orang-orang yang aku kasihi,
orang-orang yang aku sayangi bahwa aku akan menjadi lebih baik, bijak ,
bertanggungjawab dan dewasa. Yap… dewasa…. Dewasa sebagaimana layaknya seorang
lelaki dimana ia:
“Membiarkan
Dengan Rela dan Tulus Iklas Melepas Kepergian Sang Iblis Yang Dicintainya Untuk
Bersatu Bersama Iblis Lain Yang Dipilihnya (RizkyTm, 23 Tahun dalam
Twitter.com)”.
Sudahlah, aku berhasil
keluar dari jeratan “IBLIS” yang memaksaku untuk kembali ke masa lalu seperti
yang biasa aku lakukan. Yah….. Kembali ke masa lalu memang sebuah kebiasaan
dalam hidupku.
“Tak seperti menuju masa depan dimana
kau memilih satu diantara milyaran jalan, untuk kembali ke masa lalu kau cukup
melewati satu jalan dan memang hanya tersedia satu jalan. Satu jalan saja,
jalan yang pernah kau lalui dan lewati untuk dapat berdiri tegak ditempatmu
mengadahkan kepalamu sekarang. Pergilah melalui jalan itu, maknai dan hargai
masa lalumu sebagaimana aku memaknai SI “IBLIS” di masa laluku, Cukupkan dan
kembalilah lagi ke tempat kau mengadahkan kepalamu keatas sekarang dengan
melalui jalan yang sama (MyQuote, Saeful Ramadhan 23 Tahun)”.
Tak terasa, sore hari
berganti senja, sesaat lamunanku terinterupsi oleh seseorang yang yang
menegurku… “Ada Apa Dengan Isi Kepalamu
Anak Muda??” , ku tersenyum saat seorang sahabat menegurku. Dia tersipu dan
cenderung tertawa hebat seolah menyadari perjalanan panjang yang aku lakukan
tadi. Aku hanya terdiam, menatapnya dan melempar senyum kecil dengan dinginya.
Senyum kecil dan senyum yang sama yang dulu sangat disukai oleh si “IBLIS”.
Saat itu pula aku tak ingin berkonflik dengan siapapun, kucoba bereskan
kertas-kertas tadi dan kututup kotak ajaib tadi. Kotak yang menjadi “MEDIA”
menuju masa laluku.
Setidaknya, terhempasnya
jiwaku ke masa lalu membuatku mendapatkan pelajaran.Hmmmmmhh….. maaf, Bukan
maksudku tersenyum dan bergumam, tapi keputusanku meninggalkanya merupakan
keputusan hebat nan tepat. Aku memang mencintainya, Tapi “IBLIS” bukanlah untuk
manusia sepertiku…. Dan kebersamaanku dengan si “IBLIS” takan mampu merubah si
“IBLIS” keluar dari “KEIBLISANYA”. Dia tetap akan menjadi “IBLIS” menyesatkan
dan menghianati, memang sepeti itulah jalan yang ditakdirkan tuhan. Tetapi
sekali lagi, aku mencintai “IBLIS”…. Sesak…….memang, dan aku mampu meninggalkanya
dengan cara yang baik.
“Menatap matanya jauh kedalam nuraninya
dengan tatapan kasih menggunakan mata redupku ini, sesaat kemudian memeluknya,
mendekatkan bibirku ke telinganya dan membisikan kata-kata cinta, melepas
pelukanya, meraih kedua tanganya, mencium kedua tanganya, mencium keningnya,
memeluknya kembali dan lalu membiarkanya pergi bersama “IBLIS” pilihanya. Dan
aku disini, selalu menyiapkan doa-doa terbaik demi kebahagiaan dan kelancaran
hidup si iblis, sekalipun aku tahu bahwa “IBLIS” akan tetap menjadi “IBLIS”
sekalipun dia menikahi “ADAM” (Cara terbaik meninggalkan dan cara terbaik tetap
mencintai IBLIS, MyQuote, Saeful Ramadhan 23 tahun)”.
Hemmmmh…… yah itu caraku
mencintainya, beberapa mungkin sependapat, beberapa mungkin tidak…. “Tetapi Aku Tak Mampu Tuk Memilih Siapa Yang
Aku Cintai, Namun Ku Mampu Memilih Siapa Yang Layak Kupertahankan (Oktarioo, 23
Tahun dalam Twitter.com)”.
Hari semakin senja, tak
semua kertas dalam kotak ku baca dan kumaknai…… kurapikan kotak itu, lalu
kuberdiri…. Kumenatapnya sesaat dan terimakasih telah menjadi MEDIA ku untuk
kembali kemasa lalu walu dengan “SEDIKIT PAKSAAN IBLIS”. Dan mungkin kotak itu
takan ku buka lagi dalam kurun waktu yang lama, dan mungkin selama itu pula
kotak itu menantiku untuk membukanya kembali….
J
Outro:
“Sebuah Nama Iblis Ku Kumandangkan , Sebuah
Noda Iblis Kubuka Lalu Kuhapuskan, dan Sebuah Cerita Iblis KuKisahkan”
#SebuahNama,SebuahNoda,SebuahCerita
Daftar
Kutipan
RizkyTm. 23 Tahun. 2013. Twitter.com
(@RizkyTmx)
Yohannes Indarko “Oyoq” Setiawan. 21
Tahun. 2013. Twitter.com (@Oyoq17)